Humor Gus Dur, Tarawih Diskon 60 Persen


Ayo Ketawa! - Pada masa kekuasaan Presiden Habibie, Gus Dur pernah mampir ke rumah Pak Harto di Cendana.

Gus Dur mengajak seorang yang disebut dengan "Kiayi Kampung" dari Metro, Lampung Tengah. Waktu itu bulan puasa.

Setelah berbuka dan omong-omong seperlunya, Pak Harto nyeletuk...

“Gus Dur dan Pak Kiayi ini bakal sampai malam kan disini?”
“Oohh, tidak..”, jawab Gus Dur.

“Saya harus segera pergi, karena ada janji dengan Gus Joyo, adik Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tapi Pak Kiayi ini biar tinggal disini. Maksudnya buat ngimami (menjadi imam) salat tarawih, kan?”

Pak Harto manggut-manggut.

“Tapi...”, lanjut Gus Dur, “Sebenarnya perlu ada klarifikasi dulu...”
“Klarifikasi apa?”, tanya Pak Harto.

“Harus jelas dulu, tarawihnya mau pakai gaya NU?”
“Kalau NU lama bagaimana, kalau NU baru bagaimana?” tanya Pak Harto makin heran.

“Loh? Apa ada macam-macam gaya NU? Kalau gaya NU lama, tarawihnya 23 rakaat. Gaya NU baru, diskon 60 persen (11 rakaat)!”

Pak Harto Cuma ketawa, karena tidak terlalu paham.

Dan pak Kiayi nyeletuk, “Iya deh. Diskon 60 persen pun nggak apa-apa.”

Harap diketahui, “Tarawih diskon” menjadi 11 rakaat itu adalah gaya Muhammadiyah. Keluarga Pak Harto sendiri disebut orang “Hidup dengan cara Muhammadiyah, mati dengan cara NU”. Sebab Pak Harto pernah mengaku bahwa dia semasa sekolah di Yogyakarta belajar di SMP Muhammadiyah (jadi “berakidah” Muhammadiyah). Tapi ketika Ibu Tien Soeharto meninggal, rumahnya di Cendana sibuk dengan macam-macam tahlilan (3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari dan seterusnya), yang merupakan “trade mark” NU.

Jadi kalau Gus Dur menawarkan “Tarawih Diskon” 11 rakaat itu, Pak Harto dengan senang hati menerima saja. Itu artinya kembali ke “khittah”. (www.ayoketawa.com)